Asumsi pertama
“Halah lo paling ke gereja pas natal doang kan ya Ras?” Kata
seorang temen gue.
Asumsi kedua
“Hari minggu mah Raras ke gereja, gak bisa diganggu gugat
dia” Kata temen gue yang kenal gue udah agak lama.
Dua hal yang begitu kontras ketika seseorang mulai mengenal
gue. Antara dia tahu gue sangat religius, atau dia taunya gue kristen KTP. Well,
ga masalah orang mau bilang apa. Gue ga pernah menganggap ini sebagai “judge”
atau apapun. Beside, gue ga pernah menyangkal apapun tentang beberapa asumsi
tersebut.
Jawaban untuk asumsi pertama, hmm to be fair, gue anak yang selalu ke gereja setiap minggu, hampir ga
pernah lewat. Kalaupun gue harus tidak gereja berarti itu terpaksa, and I even
felt bad about it. Temen temen gue yang udah kenal agak lama, udah tau kalo gue
ga akan mau diajakin pergi hari minggu, alesannya ya cuma satu. Gereja.
Gue jarang banget berbicara tentang agama. Jarang buka topik
duluan. Buat gue itu hal yang super sensitif. Tapi kalau diajakin dan di
tanyakan pendapat, baru deh gue sautin. Jarang ngomongin agama, ga pernah
terlihat di kelompok keagamaan kampus, atau ga pernah berdoa sebelom makan ga
berarti gue ga punya agama, atau gak care dengan agama gue. Belive it or not,
gue sangat enjoy menjadi Kristen. Seperti lagu yang ada, mengikut Yesus adalah
keputusan gue sendiri, bukan keputusan orang tua gue lagi. Gue juga ga berani
bilang gue religius, karena sesungguhnya gue ga tau takaran religius dalam agama
tuh kayak gimana. Mungkin pemahaman setiap orang berbeda – beda. Tapi gue bisa
bilang gue tau banyak tentang agama gue sendiri.
Setelah gue agak gedean dikit, gue memutuskan untuk menekuni
agama secara serius. Dulu gue cuman numpang duduk aja di gereja, nyanyi nyanyi di awal, pas khotbah kemungkinan besar main handphone atau terburuknya gue tidur. Beberapa
tahun terakhir gue mencoba mendengar khotbah dan firman Tuhan. Gue percaya
firman Tuhan itu kabar baik. Masa iya, gue gamau mendengar kabar baik?
Kembali ke tentang diskusi agama. Gue ga suka kalo orang orang di dunia berantem masalah agama. Ketika berdiskusi dengan orang lain pun gue mencoba
menempatkan diri gue. Gue beneran ga suka konflik karena agama. Biasanya gue memilih diam kalau akhirnya muncul argumen panjang. Cupu sih, tapi gue ga
suka meneruskannya. Agama buat gue sangat personal. Buat gue agama itu ya
antara gue sama Tuhan aja. Orang lain ga perlu ikut ikutan. Itu sih pendapat gue seorang. Lagian, gue juga tumbuh di keluarga
besar yang agamanya bervariasi. Jadi dari kecil udah diajarin banget caranya
menerima perbedaan. Gausah diajarin juga, gue percaya itu bisa terjadi secara
natural.
Lalu muncul lagi asumsi, asumsi yang muncul setelah ngobrol tentang
agama sama gue.
“Lo anaknya serius banget kalo masalah agama” Kata teman
gue yang lainnya.
.
Ini bisa gue jawab dengan seksama. Alasan kenapa gue serius
mempelajari agama gue, dan akhirnya memutuskan mendengarkan firman instead
mainan handphone adalah karena Tuhan juga serius dalam membuat dan membentuk
hidup gue sedemikian rupa. Gue merasa Tuhan hidup dan tinggal di dalam gue, dan
membuat segalanya lebih muda dalam semua apa yang gue kerjakan. Keseriusan
Tuhan di mengatur hidup gue ga pernah gue temuin di dalam orang lain. Jadi
rasanya gue harus memberikan timbal balik, ya walaupun ga setimpal. Gue percaya
Tuhan Yesus seserius itu sama gue sampe dia rela mati di kayu salib buat gue
dan semua manusia yang ada di bumi.
Yoh 15:13 "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih
seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya"
Jadi walaupun pengorbanan Dia ga akan pernah bisa gue
samakan, gue cuma bisa memberikan keseriusan sebatas ini. Gue percaya Tuhan
Yesus adalah juru selamat gue, dan dia adalah Imanuel, Tuhan yang menyertai gue
di setiap apapun yang gue hadapi.
2 Tawarikh
20:17 "Dalam peperangan ini tidak
usah kamu bertempur. Hai Yehuda dan Yerusalem, tinggallah berdiri di tempatmu,
dan lihatlah bagaimana TUHAN memberikan kemenangan kepadamu. Janganlah kamu
takut dan terkejut. Majulah besok menghadapi mereka, TUHAN akan menyertai kamu."
Well, sekali
lagi mengikut Yesus itu keputusan gue, itu berarti gue sudah siap dengan apapun
yang agama gue tawarkan. Ya selama ini sih tawaran nya sangat menarik perhatian
gue. Yaitu keselamatan. Jadi gue rasa gue ga perlu khawatir apa yang orang
pikirkan tentang gue. Yang penting buat gue adalah Yesus tinggal dan diam di
hati gue, gue hanya cukup percaya itu saja.
Ini bukan
teks eksplanasi, ini cuman segurat pemikiran yang udah sepanjang tahun gue
pikirin. Tidak terasa, Natal tahun ini banyak mendewasakan hati dan pikiran
gue. At least, gue merasanya begitu. Merry Christmas yha!
No comments:
Post a Comment